Tak banyak pertandingan yang bisa dikenang dalam tiga atau empat edisi Piala
Dunia terakhir, tapi pertandingan ini menjadi salah satunya. Pembicaraan
sebelum pertandingan banyak membahas soal balas dendam Inggris setelah
tersingkir dari perempat-final 1986 akibat gol Tangan Tuhan Diego Maradona.
Dalam 16
menit, sudah terjadi tiga gol. Penalti Gabriel Batistuta membawa Argentina
memimpin, tapi Alan Shearer berhasil menyamakan kedudukan. Pemain muda berusia
18 tahun bernama Michael Owen mencetak gol individual yang indah sebelum
disamakan Argentina melalui Javier Zanetti.
David Beckham dikartumerah wasit pada babak kedua karena menendang Diego Simeone, gol Sol Campbell dianulir karena Shearer dianggap sudah melakukan pelanggaran terhadap Carlos Roa, dan pertandingan berujung pada adu penalti.
David Beckham dikartumerah wasit pada babak kedua karena menendang Diego Simeone, gol Sol Campbell dianulir karena Shearer dianggap sudah melakukan pelanggaran terhadap Carlos Roa, dan pertandingan berujung pada adu penalti.
Seperti yang terjadi di Italia delapan tahun sebelumnya, Inggris kembali tidak beruntung. Paul Ince dan David Batty gagal menjalankan tugas sebagai eksekutor setelah tendangan mereka dimentahkan Roa.
9) Jerman 0-2 Italia – Semi-Final 2006
Tak ada akhir pertandingan yang lebih dramatis dibandingkan pertandingan Jerman-Italia di Dortmund, 2006.
Dua raksasa Italia ini bertarung sengit selama 119 menit. Meski tak tercipta gol pada waktu normal, peluang bertebaran. Gianluigi Buffon mementahkan dua tendangan Bernd Schneider dan Lukas Podolski, sedangkan dua peluang Italia melalui Alberto Gilardino dan Gianluca Zambrotta menghantam tiang gawang.
Saat pertandingan seperti akan ditentukan melalui adu penalti, Fabio Grosso muncul dan melepaskan tendangan melengkung. Sontak, fans Italia bergembira. Selang beberapa detik kemudian, Alessandro del Piero menggandakan keunggulan Italia. Azzurri lolos ke final dan akhirnya mengalahkan Prancis melalui adu penalti untuk merebut gelar juara.
8) Hongaria 2-3 Jerman Barat – Final 1954
Magical Magyars asuhan Gusztav Sebes tampaknya tidak terkalahkan saat menghadapi Jerman Barat di final 1954 di Bern. Hongaria mengantungi rekor 31 partai tak terkalahkan, termasuk kemenangan 6-3 atas Inggris di Wembley. Hongaria merevolusi taktik sepakbola dengan sistem serangan yang dibangun empat pemain handal — Sándor Kocsis, József Bozsik, Nándor Hidegkuti, dan tentu saja Ferenc Puskas.
Hongaria
mampu membukukan 17 gol hanya dalam dua pertandingan grup, termasuk kemenangan
8-3 atas lawan mereka di final. Jumlah tersebut ditambah kemenangan atas dua
tim finalis 1950, Brasil dan Uruguay. Di final, mereka unggul dua gol dalam
delapan menit dan kelihatannya kemenangan sudah di depan mata. Tapi, hujan
turun dan cuaca berpihak kepada Jerman Barat.
Fritz Walter
memimpin Jerman Barat meraih kejayaan. Gol Uwe Rahn pada menit ke-83
membalikkan keadaan 3-2 untuk Jerman Barat. Pasukan Sepp Herberger meraih gelar
juara dan sampai saat ini pertandingan dikenang sebagai “Mukjizat di Bern”.
7) Brasil 4-2 Peru – Perempat-Final 1970
Estadio
Jalisco di Guadalajara menjadi saksi pertemuan dua klub yang tampil mempesona
selama Piala Dunia 1970. Pelatih Brasil, Mario Zagallo, berhadapan dengan bekas
rekan setimnya, Didi, yang melatih Peru.
Brasil, yang
akhirnya keluar sebagai juara, memainkan sepakbola menyerang sejak menit
pembuka. Tendangan Pele menghantam tiang, sebelum Rivelino mencetak gol melalui
tendangan kaki kiri. Tostao menaklukkan Luis Rubinos untuk menambah keunggulan
Brasil. Satu lagi gol tercipta melalui Rivelino, tapi dianulir. Semuanya
terjadi pada 20 menit pertama.
Peru tak
menyerah. Mereka memiliki salah satu bek terbaik di Amerika Selatan saat itu,
Hector Chumpitaz, dan gelandang trengginas Teofilo Cubillas. Alberto Gallardo
berhasil mempertipis ketertinggalan Peru. Namun, Brasil mengembalikan
keunggulan melalui Tostao, sebelum kembali dikejar Cubillas. Saat Peru mencoba
mencari gol penyama kedudukan, Jairzinho menyelesaikan pertandingan dengan
menciptakan gol keempat.
6) Portugal 5-3 Korea Utara – Perempat-Final 1966
Kekuatan
Portugal saat itu mencerminkan kejayaan Benfica yang sedang merajai Eropa.
Portugal mampu mengalahkan juara bertahan Brasil sebelum mencapai semi-final
dan dikalahkan tuan rumah Inggris. Dua pemain bintang Portugal adalah Mario
Coluna dan Eusebio, yang menjadi topskor turnamen dengan sembilan gol dan
dianggap sebagai salah satu striker terbaik dunia.
Portugal
memenangi seluruh tiga pertandingan grup dan mencetak total sembilan gol,
termasuk menyisihkan Brasil. Pada babak delapan besar, Portugal tertinggal tiga
gol dan berhasil membalas 5-3 — empat gol di antaranya dicetak Eusebio.
Korea Utara
tampil sebagai tim kejutan turnamen. Mereka berhasil mencapai perempat-final
berkat kemenangan bersejarah 1-0 atas Italia. Korea Utara kembali membuat
kejutan dengan unggul tiga gol dalam 25 menit atas Portugal. Tapi mereka kurang
pengalaman dan terus berupaya melancarkan serangan. Pada akhirnya, kepiawaian
Eusebio memandu Portugal memenangkan pertandingan. Gol kelima Portugal dicetak
Jose Augusto.
Kedua tim
kembali bertemu di Piala Dunia kali ini.
5) Jerman Barat 3-3 Prancis – Semi-Final 1982
Tiga hari
setelah partai Brasil-Italia yang penuh ketegangan, Spanyol ’82 juga
menghadirkan partai klasik di babak semi-final. Kedua negara bertambah kuat
seiring dengan berjalannya turnamen. Banyak pemain berkelas dunia yang tampil,
seperti Michel Platini, Alain Giresse, Jean Tigana, Paul Breitner, Uli
Stielike, dan Pierre Littbarski.
Littbarski
membuka kedudukan, tapi disamakan penalti Platini. Pertandingan menghangat.
Terjadilah salah satu kejadian paling kontroversial dalam sejarah Piala Dunia
ketika kiper Jerman Barat Harald Schumacher merontokkan bek Prancis Patrick
Battiston dalam suatu perebutan bola. Battiston terkapar tak sadarkan diri
dengan dua giginya tanggal, sedangkan Schumacher lolos dari kartu merah — bahkan
wasit tidak menilainya sebagai sebuah pelanggaran. Schumacher menjadi tokoh
jahat di sisa Piala Dunia.
Pertandingan
dilanjutkan hingga perpanjangan waktu. Prancis mampu mencetak dua gol melalui
Marius Tresor dan Giresse. Sepertinya Les Bleus akan melaju ke final, tapi
Jerman Barat menunjukkan ketangguhan mental dan berhasil membalikkan keadaan.
Karl Heinz Rummenigge dan Klaus Fischer berhasil memaksa pertandingan
diselesaikan melalui adu penalti.
Stielike
gagal menjalankan tugas sebagai eksekutor — dan sampai saat ini menjadi
satu-satunya pemain Jerman (Barat) yang gagal di adu penalti. Namun, Schumacher
mampu mematahkan eksekusi Didier Six dan Maxime Bossis untuk mengantarkan
Jerman Barat ke babak puncak.
4) Jerman
Barat 3-2 Inggris AET – Perempat-Final 1970
Piala Dunia
1970 dipenuhi partai-partai klasik dan tiga di antaranya masuk daftar ini.
Salah satunya adalah laga perempat-final antara Jerman Barat dan Inggris di
Leon, sekaligus ulangan final 1966.
Inggris
masih diperkuat empat eksponen ’66 — Bobby Moore, Bobby Charlton, Martin
Peters, dan Geoff Hurst — bermain baik pada sejam pertandingan. Mereka mampu
unggul 2-0 melalui Alan Mullery dan Peters.
Tapi,
seperti yang selalu terjadi dalam sejarah, jangan remehkan semangat Jerman.
Franz Beckenbauer, Wolfgang Overath, dan Gerd Mueller adalah pemain andalan
Helmut Schoen. Ketika Juergen Grabowski dimasukkan, arah pertandingan berbalik.
Beckenbauer menghidupkan peluang Jerman Barat pada menit ke-68, sebelum Uwe
Seeler menyamakan kedudukan melalui gol sundulan. Di babak perpanjangan waktu,
Jerman Barat tak terhentikan. Mueller memastikan kemenangan Jerman Barat
melalui gol jarak dekat pada menit ke-108.
3) Brasil
1-1 Prancis* – Perempat-Final 1986
Dalam taraf
keterampilan bersepakbola, inilah Piala Dunia terbaik sepanjang masa. Prancis
memiliki tim terhebat mereka yang beranggotakan Platini, Giresse, Tigana, dan
Dominique Rocheteau yang sudah memasuki usia 30-an. Sementara itu, Socrates,
Junior, dan Zico tampil untuk kali terakhir di Piala Dunia bersama Brasil.
Di bawah
sengatan terik matahari, Brasil mampu unggul melalui Careca, tapi
menyia-nyiakan serangkaian peluang menggandakan keunggulan. Prancis mampu menyamakan
kedudukan melalui Platini. Kedua tim saling bertukar peluang untuk mencuri
keunggulan. Publik stadion Guadalajara tak henti-hentinya menyorakkan nama
Zico, yang duduk sebagai pemain cadangan. Tele Santana akhirnya goyah dan
memasukkan Zico pada babak kedua. Brasil berhasil memperoleh hadiah penalti,
tapi Zico gagal menaklukkan Joel Bats.
Pertandingan
akhirnya ditentukan melalui adu penalti. Dua kapten tim, herannya, gagal
menjalankan tugas. Socrates dan Platini. Prancis akhirnya sukses memetik kemenangan
dan melaju ke babak empat besar.
2) Italia
4-3 Jerman Barat AET – Semi-Final 1970
Pertandingan
ini terjadi pada 17 Juni 1970 dan dinobatkan sebagai “Pertandingan Abad Ini”.
Saking bersejarahnya pertandingan ini, sebuah monumen dibangun di luar stadion
Azteca, Mexico City, yang bertuliskan, “Stadion Azteca menyampaikan rasa hormat
untuk tim Italia (4) dan Jerman (3), yang tampil di Piala Dunia 1970,
‘Pertandingan Abad Ini’.”
Sembilan
puluh menit pertama pertandingan berlangsung dramatis, tapi tidak bisa dianggap
sebagai “Pertandingan Abad Ini”. Italia unggul pada menit kedelapan melalui
tendangan keras Roberto Boninsegna dan tampil bertahan. Jerman Barat terus
menggedor. Bahkan Franz Beckenbauer tampil dengan tangan dibebat. Bek
Karl-Heinz Schnellinger akhirnya mampu menyamakan kedudukan pada menit terakhir
pertandingan.
Pertandingan
di babak perpanjangan waktu sungguh tak terduga. Lima gol tercipta dalam 30
menit. Mueller membawa Jerman Barat unggul, tapi Tarcisio Burgnich dan Gigi
Riva membalikkan kedudukan. Pada menit ke-110, Mueller kembali menyamakan
kedudukan. Dari kick-off yang tercipta, Italia kembali unggul melalui Gianni
Rivera. Gol tersebut akhirnya menjadi penentu pertandingan yang berlangsung
sangat mendebarkan itu.
1) Brasil
2-3 Italia – Babak Kedua Grup C 1982
Brasil edisi
1982 dianggap sebagai tim terbaik yang gagal menjuarai Piala Dunia. Pasukan
Tele Santana dilengkapi sederetan pemain hebat semacam Leandro, Junior,
Socrates, Falcao, Eder, dan pemain terbaik dunia Zico. Sebelum laga melawan
Italia, Brasil mengantungi 13 gol dalam empat pertandingan melalui sepakbola
Samba mereka. Selecao menjelma jadi calon kuat juara dunia dan hanya butuh seri
untuk lolos ke semi-final.
Italia
sebaliknya, tampil buruk pada awal turnamen dengan hanya bermain imbang pada
babak pertama grup. Setelah didera kritik media, mereka menerapkan puasa
bicara. Tanda-tanda peningkatan muncul ketika mengalahkan Argentina 2-1, tapi
tak ada yang berani menjagokan mereka mampu menaklukkan Brasil dan keluar
sebagai juara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar